Seharusnya aku tidak peduli! Akupun seharusnya tidak
merasa asing dengan kamu yang hari itu cuek. Bukankah aku seharusnya terbiasa jika
kamu memang begitu? Aku seharusnya tak acuh dengan segala yang berbeda padamu.
Aku ingin menjadi tidak peduli. Tapi, munafik! Pada nyatanya aku peduli!
Aku marah! Marah pada
aku!
Ya, pada diriku yang
menatapmu
Diriku, yang menanyakan
mengapa kamu jadi begitu tidak mau tahu aku
Aku! Yang ternyata
merindumu
Kamu memang menyenangkan. Konyol tapi, jika aku
menyikapinya dengan hati. Tapi, kamu itu ya memang begitu. Kadang lucu, tapi
seringnya sangat lucu. Kadang konyol, tapi seringnya sangat konyol. Aku tapi
tahu, jika dibalik itu kamu itu pemalu. Yapp, pe-ma-lu! Karena apa? Karena ya
memang itulah kamu.
Sinar itu sudah terpatri
dalam dirimu
Sinar kelembutan yang bersembunyi
dibalik ketegasan
Dan sinar keramahan yang kau tutupi dengan
rasa seolah tak peduli
Sedikit angkuh memang, jika kukatakan
Bahwa hanya akulah yang tahu sinar-sinarmu
itu
Sinar mu yang pemalu
Namun, kuas-kuas mu mampu memberi sedikit pelangi
dilangit suram hariku. Butuh banyak waktu untuk menghapus bersih tinta-tinta
yang sudah kau torehkan. Ah, tapi akupun tak ingin menghapusnya. Bukan hanya
terlalu sulit, tapi mungkin juga terlalu indah, terlalu abstrak, dan terlalu langka.
Kamu, warna pastel bercampur maroon yang berpadu indah, tercampur tanpa
dicampur, terlukis tanpa dilukis
Dan
pada akhirnya
Aku mengucapkan “selamat datang” kepadamu
Yang menjadi tinta-tinta yang mewarnai
waktu-waktuku
Pelangiku, kamu!
Namun, pada akhirnya juga
Kukatakan “ selamat tinggal” padamu
Warnaku, Pelangiku
Yang nyatanya bukan punyaku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar