Jumat, 11 April 2014

Pelangiku tapi Bukan Punyaku




Seharusnya aku tidak peduli! Akupun seharusnya tidak merasa asing dengan kamu yang hari itu cuek. Bukankah aku seharusnya terbiasa jika kamu memang begitu? Aku seharusnya tak acuh dengan segala yang berbeda padamu. Aku ingin menjadi tidak peduli. Tapi, munafik! Pada nyatanya aku peduli!

Aku marah! Marah pada aku!
Ya, pada diriku yang menatapmu
Diriku, yang menanyakan mengapa kamu jadi begitu tidak mau tahu aku
Aku! Yang ternyata merindumu

Kamu memang menyenangkan. Konyol tapi, jika aku menyikapinya dengan hati. Tapi, kamu itu ya memang begitu. Kadang lucu, tapi seringnya sangat lucu. Kadang konyol, tapi seringnya sangat konyol. Aku tapi tahu, jika dibalik itu kamu itu pemalu. Yapp, pe-ma-lu! Karena apa? Karena ya memang itulah kamu.

Sinar itu sudah terpatri dalam dirimu
          Sinar kelembutan yang bersembunyi dibalik ketegasan
          Dan sinar keramahan yang kau tutupi dengan rasa seolah tak peduli
          Sedikit angkuh memang, jika kukatakan
          Bahwa hanya akulah yang tahu sinar-sinarmu itu
          Sinar mu yang pemalu

Namun, kuas-kuas mu mampu memberi sedikit pelangi dilangit suram hariku. Butuh banyak waktu untuk menghapus bersih tinta-tinta yang sudah kau torehkan. Ah, tapi akupun tak ingin menghapusnya. Bukan hanya terlalu sulit, tapi mungkin juga terlalu indah, terlalu abstrak, dan terlalu langka. Kamu, warna pastel bercampur maroon yang berpadu indah, tercampur tanpa dicampur, terlukis tanpa dilukis

          Dan pada akhirnya
          Aku mengucapkan  “selamat datang” kepadamu
          Yang menjadi tinta-tinta yang mewarnai waktu-waktuku
          Pelangiku, kamu!
          Namun, pada akhirnya juga
          Kukatakan “ selamat tinggal”  padamu
          Warnaku, Pelangiku
          Yang nyatanya bukan punyaku